BOB SADINO
“ ayam saja bisa berjuang untuk hidup,
tentu manusia pun juga bisa. “
Om Bob begitu ia biasa
disapa adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan
dan peternakan. Pria berpakaian ”dinas” celana pendek jin dan kemeja lengan
pendek yang ujung lengannya tidak dijahit, ini adalah salah satu sosok
entrepreneur sukses yang memulai usahanya benar-benar dari bawah dan bukan
berasal dari keluarga wirausaha. Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933) adalah
pendiri sekaligus pemilik jaringan usaha Kemfood dan Kemchick.
Sebelum menjadi pengusaha sukses ia adalah mantan sopir taksi dan karyawan
Unilever.
Om Bob lahir dari
keluarga berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Saat usianya
19 tahun, orang tuanya meninggal dan mewariskan seluruh harta kekayaan
keluarganya pada Om Bob karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap
hidup mapan. Setelah merantau sembilan tahun di Amsterdam, Belanda dan Hamburg,
Jerman, sejak tahun 1958, Om Bob kembali ke Indonesia pada tahun 1967 bersama
dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed dan mengajaknya hidup serba
kekurangan. Om Bob bertemu dengan istrinya saat ia tinggal di Amerika.
Sekembalinya di tanah
air, Bob bertekad tidak ingin lagi jadi karyawan yang diperintah atasan. Karena
itu ia harus kerja apa saja untuk menghidupi diri sendiri dan istrinya. Ia
pernah jadi sopir taksi. Mobilnya tabrakan dan hancur. Lantas beralih jadi kuli
bangunan dengan upah harian Rp 100.
Suatu hari, temannya
menyarankan Om Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Om Bob
pun tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Om Bob
memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa
berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Om
Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu
setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang
asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Om Bob dan istrinya tinggal di
kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan
tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca
pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada
diri Om Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Om
Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan)
Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana
pendek.
Bisnis pasar swalayan Om
Bob berkembang pesat, ia pun mencoba merambah ke agribisnis, khususnya
holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di
Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa
daerah.
Om Bob percaya bahwa
setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan
wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik.
Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani
mencari dan menangkap peluang. Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang
berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri
seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak
orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera
melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Om Bob.
Keberhasilan Om Bob
tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan.
Setelah jatuh bangun, Om Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses
keberhasilan Om Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu,
kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional. Menurut Om Bob, banyak
orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan,
karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain. Sedangkan Om Bob selalu
luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan
sikap seperti itu Om Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar.
Menurut Om Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri.
Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya. Om Bob
menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem
Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan
kekuatan.
Anak Guru
Anak Guru
Kembali ke tanah air
tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai
karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Om Bob, anak bungsu dari lima
bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo
yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob
berusia 19.
Modal yang ia bawa dari
Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli
sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi,
masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Om Bob
sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu
disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang
menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Om Bob. Kehilangan sumber
penghasilan, Om Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau,
istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar
negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Om Bob bersikeras, ”Sayalah kepala
keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”
Untuk menenangkan
pikiran, Om Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri
Mulyono Herlambang. Dari sini Om Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik
tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada
Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di
Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per
bulan perusahaan Om Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton
daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
”Saya hidup dari
fantasi,” kata Om Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini
lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per
kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata
Om Bob.
Om Bob, panggilan akrab
bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang
yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin
berkhayal yang macam-macam. Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar
berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat
bersama istri dan dua anaknya.
Setelah membaca
biografi Om Bob Sadino saya sangat salut dengan kerja keras beliau. Keuletan
dan pribadi yang sederhana dan rendah hati membawa beliau bisa mencapai kesuksesan
sampai sekarang. Walaupun berasal dari keuarga yang berkecukupan, beliau tidak
ingin melenggang kaki saja menikmati kekayaannya. Om Bob malah ingin berusaha
dari nol untuk dapat menghidupi keluarganya. Kegagalan tidak membuat Om Bob
mundur menjadi wirausahawan malah beliau menjadikan kegagalan tersebut sebagai
langkah untuk menuju kesuksesan. Uang bukan nomer satu bagi Om Bob melainkan kemauan,
komitmen, berani mencari dan menangkap peluang serta tindakan. Belajar dari
keuletan Om Bob, saya mulai terpacu untuk mencoba dunia wirausaha dan berharap bisa menjadi pengusaha sukses dengan segala kesederhanaan seperti beliau. :)
Sumber :
http://pengusahamuda.wordpress.com/biografi/
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12/biografi-bob-sadino-pengusaha-sukses.html