Rabu, 17 April 2013

Biografi


BOB SADINO
“ ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa. “

Om Bob begitu ia biasa disapa adalah seorang pengusaha asal Indonesia yang berbisnis di bidang pangan dan peternakan. Pria berpakaian ”dinas” celana pendek jin dan kemeja lengan pendek yang ujung lengannya tidak dijahit, ini adalah salah satu sosok entrepreneur sukses yang memulai usahanya benar-benar dari bawah dan bukan berasal dari keluarga wirausaha. Bob Sadino (Lampung, 9 Maret 1933) adalah pendiri sekaligus pemilik jaringan usaha Kemfood dan Kemchick. Sebelum menjadi pengusaha sukses ia adalah mantan sopir taksi dan karyawan Unilever.
Om Bob lahir dari keluarga berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Saat usianya 19 tahun, orang tuanya meninggal dan mewariskan seluruh harta kekayaan keluarganya pada Om Bob karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan. Setelah merantau sembilan tahun di Amsterdam, Belanda dan Hamburg, Jerman, sejak tahun 1958, Om Bob kembali ke Indonesia pada tahun 1967 bersama dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed dan mengajaknya hidup serba kekurangan. Om Bob bertemu dengan istrinya saat ia tinggal di Amerika.
Sekembalinya di tanah air, Bob bertekad tidak ingin lagi jadi karyawan yang diperintah atasan. Karena itu ia harus kerja apa saja untuk menghidupi diri sendiri dan istrinya. Ia pernah jadi sopir taksi. Mobilnya tabrakan dan hancur. Lantas beralih jadi kuli bangunan dengan upah harian Rp 100.
Suatu hari, temannya menyarankan Om Bob memelihara ayam untuk melawan depresi yang dialaminya. Om Bob pun tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Om Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.
Sebagai peternak ayam, Om Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Om Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.
Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, babu orang asing sekalipun. Namun mereka mengaca pada diri sendiri, memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Om Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Om Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.
Bisnis pasar swalayan Om Bob berkembang pesat, ia pun mencoba merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.
Om Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang. Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Om Bob.
Keberhasilan Om Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Om Bob trampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Om Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional. Menurut Om Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain. Sedangkan Om Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Om Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Om Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya. Om Bob menempatkan perusahaannya seperti sebuah keluarga. Semua anggota keluarga Kem Chicks harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan.
 
Anak Guru
Kembali ke tanah air tahun 1967, setelah bertahun-tahun di Eropa dengan pekerjaan terakhir sebagai karyawan Djakarta Lloyd di Amsterdam dan Hamburg, Om Bob, anak bungsu dari lima bersaudara, hanya punya satu tekad, bekerja mandiri. Ayahnya, Sadino, pria Solo yang jadi guru kepala di SMP dan SMA Tanjungkarang, meninggal dunia ketika Bob berusia 19.
Modal yang ia bawa dari Eropa, dua sedan Mercedes buatan tahun 1960-an. Satu ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan. Ketika itu, kawasan Kemang sepi, masih terhampar sawah dan kebun. Sedangkan mobil satunya lagi ditaksikan, Om Bob sendiri sopirnya.
Suatu kali, mobil itu disewakan. Ternyata, bukan uang yang kembali, tetapi berita kecelakaan yang menghancurkan mobilnya. ”Hati saya ikut hancur,” kata Om Bob. Kehilangan sumber penghasilan, Om Bob lantas bekerja jadi kuli bangunan. Padahal, kalau ia mau, istrinya, Soelami Soejoed, yang berpengalaman sebagai sekretaris di luar negeri, bisa menyelamatkan keadaan. Tetapi, Om Bob bersikeras, ”Sayalah kepala keluarga. Saya yang harus mencari nafkah.”
Untuk menenangkan pikiran, Om Bob menerima pemberian 50 ekor ayam ras dari kenalannya, Sri Mulyono Herlambang. Dari sini Om Bob menanjak: Ia berhasil menjadi pemilik tunggal Kem Chicks dan pengusaha perladangan sayur sistem hidroponik. Lalu ada Kem Food, pabrik pengolahan daging di Pulogadung, dan sebuah ”warung” shaslik di Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta. Catatan awal 1985 menunjukkan, rata-rata per bulan perusahaan Om Bob menjual 40 sampai 50 ton daging segar, 60 sampai 70 ton daging olahan, dan 100 ton sayuran segar.
”Saya hidup dari fantasi,” kata Om Bob menggambarkan keberhasilan usahanya. Ayah dua anak ini lalu memberi contoh satu hasil fantasinya, bisa menjual kangkung Rp 1.000 per kilogram. ”Di mana pun tidak ada orang jual kangkung dengan harga segitu,” kata Om Bob.
Om Bob, panggilan akrab bagi anak buahnya, tidak mau bergerak di luar bisnis makanan. Baginya, bidang yang ditekuninya sekarang tidak ada habis-habisnya. Karena itu ia tak ingin berkhayal yang macam-macam. Haji yang berpenampilan nyentrik ini, penggemar berat musik klasik dan jazz. Saat-saat yang paling indah baginya, ketika shalat bersama istri dan dua anaknya.

Setelah membaca biografi Om Bob Sadino saya sangat salut dengan kerja keras beliau. Keuletan dan pribadi yang sederhana dan rendah hati membawa beliau bisa mencapai kesuksesan sampai sekarang. Walaupun berasal dari keuarga yang berkecukupan, beliau tidak ingin melenggang kaki saja menikmati kekayaannya. Om Bob malah ingin berusaha dari nol untuk dapat menghidupi keluarganya. Kegagalan tidak membuat Om Bob mundur menjadi wirausahawan malah beliau menjadikan kegagalan tersebut sebagai langkah untuk menuju kesuksesan. Uang bukan nomer satu bagi Om Bob melainkan kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang serta tindakan. Belajar dari keuletan Om Bob, saya mulai terpacu untuk mencoba dunia wirausaha dan berharap bisa menjadi pengusaha sukses dengan segala kesederhanaan seperti beliau. :)

Sumber :
http://pengusahamuda.wordpress.com/biografi/
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12/biografi-bob-sadino-pengusaha-sukses.html



1 komentar: