Selasa, 17 Mei 2011

BAB 11 KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

A. Pendahuluan.
Salah satu sarana hukum untuk penyelesaian utang piutang sebelum tahun1998 kepailitan diatur didalam Faillissement Verordening Stb. Undang-undang tentang kepailitan dan penundaan kewajiban didasarkan pada asas-asas, antara lain :
1. Asas Keseimbangan.
Asas keseimbangan adalah di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur.
2. Asas Kelangsungan Usaha.
Asas kelangsungan usaha adalah terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas Keadilan.
Asas keadilan adalah untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tiap-tiap tagihan terhadap debitor dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.
4. Asas Integrasi.
Asas integrasi adalah sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
UU kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan perlindungan bagi kepentingan para kreditor umum atau konkuren yang pelunasannya didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 1131 Yo Pasal 1132 KUH Perdata, terdapat kelemahan dalam perluasan utang piutang.



B. Pengertian Pailit.
Menurut Black’s Law Distionary, pailit atau bangkrut adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang cenderung mengelabui pihak kreditornya.
Menurut Pasal 1 butir 1, kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam UU ini.

C. Pihak-Pihak yang Dapat Mengajukan Kepailitan.
Beberapa syarat-syarat yang dapat mengajukan permohonan kepailitan berdasarkan Pasal 2, antara lain :
1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas, satu utang jatuh tempo dan dapat ditagih oleh pengadilan.
2. Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum atau kepentingan bangsa dan negara.
3. Debitor adalah bank maka permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia.
4. Debitor adalah perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpan dan penyelesaian, permohonan hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal ( BPPM ).
5. Debitor adalah perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun atau Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) yang bergerak di bidang kepentingan publik maka permohonan pernyataan pailit sepenuhnya ada pada Menteri Keuangan.
Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan atau diucapkan setiap kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, BPPM atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk :
1. meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor.
2. menunjuk kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor dan pembubaran kepada kreditor, pengalihan atau pengguanaan kekayaan debitor dalam kepailitan merupakan kewenangan kurator.

D. Keputusan Pailit dan Akibat Hukumnya.
Dalam Pasal 21 Kepailitan meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putuan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Demi hukum, debitor telah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit.
Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator, dalam hal tuntutan yang diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitor pailit, maka apabila tuntutan mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitor pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit.
Putusan pernyataan pailit berakibat bahwa segala penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan seketika dan sejak itu ada suatu putusan yang dapat dilaksanakan termasuk atau juga dengan menyandera debitor.

E. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pengurusan Harta Pailit.
Dalam penguasaan dan pengurusan harta pailit yang terlibat tidak hanya kurator, tetapi masih terdapat pihak-pihak lain yang terlibat adalah :
1. Hakim Pengawas, yang bertugas untuk mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit.
2. Kurator, yang bertugas melakukan pengurusan atau pemberesan harta pailit.
3. Panitia kreditor, dalam putusan pailit atau dengan penetapan, kemudian pengadilan dapat membentuk panitia kreditor, terdiri atas tiga orang yang dipilih dari kreditor yang telah mendaftarkan diri untuk diverifikasi dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator.
F. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Dalam Pasal 222, penundaan kewajiban pembayaran utang diajukan oleh debitor yang mempunyai lebih dari satu kreditor. Penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan kepada debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih.
Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh pengadilan berdasarkan :
1. persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
2. persetujuan lebih dari ½ jumlah kreditor tentamg hak suara kreditor yang piutangnya dijamin, dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan kreditor atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.
Penundaan kewajiban pembayaran utang dapat diakhiri atas permintaan hakim
pengawas, satu atau lebih kreditor atau atas prakarsa pengadilan, dalam hal :
a. debitor selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya.
b. Debitor telah merugi atau telah mencoba merugikan kreditornya.
c. Debitor melakukan pelanggaran dalam Pasal 240.
d. Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan.
e. Selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang.
f. Keadaan debitor tdak dapat diharapkan untuk memenhi kewajiban terhadap kreditor pada waktunya,

G. Pencocokan ( Verifikasi ) Piutang.
Pencocokan piutang merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam proses kepailitan, karena dengan pencocokan piutang inilh nantinya ditentukan perimbangan dan urutan hak dari masingmasing kreditor.
Dalam hal ini, hakim pengawas dapat menetapkan :
a. Batas akhir pengajuan tagihan.
b. Batas akhir verifikasi pajak untuk menentukan besarnya kewajiban pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan.
c. Hari, tanggal, waktu dan tempat rapat kreditor untuk mengadakan pencocokan utang.

H. Perdamaian ( Accord ).
Debitor pailit berhak untuk menawarkan rencana perdamaian ( accord ) kepada para krediturnya. Apabila debitor pailit mengajukan rencana perdamaian, batas waktunya paling lambat delapan hari sebelum rapat pencocokan piutang menyediakannya di kepaniteraan pengadilan agar dapat dilihat dengan cuma-cuma oleh setiap orang yang berkepentingan.
Apabila rencana perdamaian telah diajukan kepada panitera, hakim pengawas harus menetukan :
a. Hari terakhir tagihan harus disampaikan kepada pengurus.
b. Tanggal dan waktu rencana perdamaian yang diusulkan akan dibicarakan dan diputuskan dalam rapat kreditor yang dipimpin oleh hakim pengawas.
Pengadilan berkewajiban menolak pengesahan perdamaian apabila :
a. Harta debitor termasuk benda untuk dilaksanakan untuk menahan suatu benda jauh lebih besar dari pada jumlah yang disetujui dalam perdamaian.
b. Pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin.
c. Perdamaian itu dicapai karena penipuan atau persekongkolan dengan satu atau lebih kreditor atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini.

I. Permohonan Peninjauan Kembali.
Terhadap putusan hakim yang telah memperoleh kekuasaan hukum tetap, dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung, permohonan peninjauan kembai dapat diajukan apabila :
a. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan.
b. Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar